Salaam Bolang,,,,
Buat saya, Tana Toraja adalah salah satu tempat paling eksotis di
Indonesia, bahkan mungkin di muka bumi ini. Alasannya kenapa? Coba anda
bayangkan ini dalam kepala anda : kendaraan yang anda tumpangi bergerak
perlahan pada pagi hari, melintasi pegunungan berhawa dingin sambil
menembus kabut tebal. Perlahan, ketika kabut tersebut mulai tersibak,
tampaklah sawah-sawah yang hijau dan gunung yang biru. Masyarakat Tana
Toraja pagi itu mulai menampilkan geliat aktifitasnya dalam balutan
sarung Toraja guna menahan hawa dingin. Ketika kabut lebih tersibak
lagi, muncullah gereja-gereja, dan rumah adat Bangsa Toraja yang menawan
: Tongkonan dan Alang, bangunan dari bambu dengan atap lengkungnya yang
khas. Seluruh pemandangan tersebut berpadu dengan Sungai Sa’dan yang
mengalir cantik, sawah yang hijau, gunung yang biru, dan Tedong (kerbau)
merumput. Ah, adakah alasan lain untuk tidak mencintai Tana Toraja?
Bangsa Toraja terkenal karena masih memelihata kebudayaannya yang unik
hingga saat ini. Berkat kekhasan budaya mereka, hingga saat ini, Tana
Toraja masih menjadi lokasi yang sangat menarik bagi para wisatawan
untuk datang berkunjung. Tana Toraja masih menawarkan upacara adat yang
menawan, kain tenun adat yang indah coraknya, tari-tarian yang menarik,
hingga kopi yang lezat! Keunikan budaya Tana Toraja belum ditemukan di
tempat lain di dunia ini. Keunikan budaya Toraja hanya ada di Tana
Toraja saja. Kemiripan budaya hanya terjadi di Mamasa, Sulawesi Barat
dan Kulawi, Sulawesi Tengah. Sayangnya, akses menuju Tana Toraja
tergolong masih sulit karena melibatkan perjalanan panjang dengan
kendaraan darat, atau transportasi udara yang jarang jumlahnya dan mudah
dibatalkan karena jarangnya penumpang atau faktor cuaca. Faktor inilah
yang tampaknya membuat mundur sejumlah turis yang kurang memiliki mental
petualang dalam dirinya. Bagi turis yang tidak tahan dengan perjalanan
panjang atau penerbangan yang tidak bisa diandalkan, plus tidak terlalu
tertarik akan kebudayaan unik, Tana Toraja pastilah tidak masuk dalam
daftar kunjungan wisata mereka. Untungnya, masih banyak turis yang masih
semangat untuk melakukan perjalanan panjang demi melihat eksotismenya
Tana Toraja. Untungnya pula, berkat terkenalnya Tana Toraja sejak lama,
usia pengembangan pariwisata di tempat ini hampir bisa disejajarkan
dengan Bali. Akses menuju Tana Toraja, jumlah penginapan, dan
pengelolaan objek wisata sudah tertata dengan baik. Apakah anda berpikir
soal bus reyot yang akan menemani anda dalam perjalanan 10 jam menuju
jantung Tana Toraja? Kayaknya anda salah. Bus yang akan membawa anda
dari Makassar, salah satu pintu masuk Tana Toraja bervariasi. Bus yang
tersedia mulai dari bus ekonomi, bus eksekutif, hingga bus kelas VIP
dengan jarak antar kursi yang luar biasa lega dan kursi super nyaman.
Harga tiket perjalanannya pun cukup terjangkau. Apabila anda memiliki
anggaran yang ketat, opsi berupa bus ekonomi bisa menjadi pilihan yang
menarik. Untuk mereka yang tidak mau terikat dengan waktu, carter
kendaraan pun bisa dilakukan. Soal penginapan pun tidak menjadi soal,
karena penginapan sederhana hingga hotel berbintang lima siap melayani
turis dengan berbagai kebutuhan di Tana Toraja. Anda tinggal pilih yang
sesuai dengan anggaran dan kenikmatan. Mudah bukan?
Sayangnya, Tana Toraja belum memiliki transportasi publik yang mampu
melayani turis selama berwisata disana. Angkutan umum yang tersedia
hanya melayani jalur-jalur tertentu dan jumlahnya menurun selepas siang.
Maka dari pada itu, usahakan agar tidak terjebak malam ketika sedang
asyik berkunjung ke salah satu objek wisata kalau tidak memiliki
kendaraan pribadi atau sewaan. Kalau nggak bisa pulang kan repot juga.
Nah, opsi bagi yang merasa tidak nyaman dengan angkutan umum yang
seadanya ialah sewa kendaraan. Karena sejak lama berstatus sebagai
destinasi wisata unggulan, perkembangan sarana penunjang pariwisata pun
tumbuh subur, salah satunya adalah bisnis kendaraan sewaan. Anda bisa
memilih dengan bebas baik sepeda motor atau mobil tergantung jumlah
peserta dan anggaran.
Kalau memulai kunjungan di Tana Toraja, saya sarankan sich sepagi
mungkin anda sudah mulai bergerak. Alasannya sich cukup jelas, karena
objek wisata di Tana Toraja rata-rata berupa makam, saya yakin anda
nggak mau donk terjebak kegelapan malam di makam? Kendala lain yang agak
mengurangi kenikmatan selama saya berkunjung ialah akses masuk menuju
objek wisata yang cukup buruk. Hal ini sangat kontras dengan kondisi
jalan raya utama yang sangat bagus dan mulus. Beberapa objek wisata
seperti Londa, Lemo, atau Kambira memiliki jalan masuk yang buruk.
Panjang jalan masuknya berbeda-beda, namun rata-rata semuanya dalam
kondisi berbatu-batu yang hanya nyaman dilalui dengan berjalan kaki.
Kalau hanya sekedar beberapa puluh meter sih nggak masalah, namun kalau
jalan masuknya satu kilometer lebih? Akses kendaraan tetap dibutuhkan
juga! Hal ini mungkin disebabkan pula oleh sangat tersebarnya objek
wisata di wilayah Tana Toraja dan biaya retribusi yang sangat murah. Ya,
bayangkan saja, rata-rata ongkos masuk satu objek wisata hanya sekitar
Rp. 5.000 per orang. Dengan jumlah pengunjung yang tidak terlalu banyak,
apalagi akses masuk yang sudah membuat “mundur”para turis, pendapatan
dari segi retribusi sangat jauh panggang daripada api. Kasarnya,
membiayai petugas lokal yang berjaga saja sudah tidak mencukupi,
bagaimana mau merawat kondisi objek yang ada? Pemerintah daerah setempat
harus mengkaji lagi apakah retribusi tiket masuk yang dibebankan kepada
turis sudah layak untuk pengembangan objek tersebut ke depannya. Kita
bisa melihat beberapa contoh objek wisata di Indonesia yang memiliki
harga tiket cukup mahal, namun ternyata tetap mampu menarik minat banyak
turis untuk berkunjung. Tentu, pengelolaan yang profesional dan
strategi pengembangan objek wisata yang baik turut andil dalam
berhasilnya suatu objek wisata atau tidak.
Memang
sich, selain objek wisata itu sendiri yang biasanya menawan dan khas,
selalu ada kios kecil atau deretan kios yang menjual produk-produk hasil
kerajinan tangan masyarakat setempat. Beberapa dari kios tersebut
berada dalam kondisi yang bagus namun saya melihat lebih banyak yang
berada pada kondisi yang menyedihkan dan sepi pengunjung. Tak urung,
beberapa penjual tampak agak terlalu memaksa apabila melihat pengunjung
datang, bak burung elang melihat anak ayam! Mungkin situasi ini yang
menyebabkan pengunjung enggan berlama-lama untuk berkunjung. Apa boleh
buat, minimnya jumlah pengunjung membuat mereka tidak bisa memasarkan
produk kerajinan tangan mereka dengan baik. Kesempatan pengunjung datang
tentu tidak disia-siakan oleh mereka dalam memasarkan produk mereka
untuk tambahan uang dapur tentunya. Objek wisata populer seperti Ke’te’
Kesu’ mungkin tidak sulit mendulang rupiah dari pemasukan penjualan
souvenir. Namun, bagaimana dengan objek wisata kurang populer seperti
Pallawa atau Buntu Pune?
Satu hal yang agak menyulitkan buat saya ialah sukarnya mencari makanan
ketika mengunjungi objek-objek wisata. Rumah makan kebanyakan hanya
berada di kota-kota dengan jumlah penginapan yang signifikan. Masyarakat
Toraja yang tinggal di lokasi, contohnya Jalan Raya Rantepao – Makale
jarang yang membuka rumah makan untuk pengunjung yang kebetulan
kelaparan di tengah jalan. Hal ini diperparah dengan kurang populernya
makanan khas Toraja seperti Pa’piong atau Londong Pa’marassan di rumah
makan yang berada di daerah wisata. Sayang sekali, wisatawan yang datang
bukan hanya dijaring lewat keindahan alam dan budaya saja, tapi urusan
perut juga. Sayang sekali apabila Pa’piong atau Londong Pa’marassan
hanya ditemukan di tempat-tempat tertentu yang memang lokasi konsentrasi
turis. Walaupun tergolong makanan dengan proses memasak yang lambat,
sebaiknya pilihan menu khas Toraja diupayakan banyak tersedia di banyak
tempat agar semua indera turis terpuaskan selama di Tana Toraja. Saya
benar-benar merasa senang selama kunjungan saya di Tana Toraja. Selain
mencicipi kebudayaan yang sama sekali baru dan suasana yang menarik,
saya juga terpuaskan akan menu makanan unik yang dimiliki Tana Toraja.
Belum lagi, oleh-oleh kain tradisional tenun ikat Tana Toraja yang saya
bawa sebagai oleh-oleh, sungguh indah. Berwisata di Tana Toraja wajib
untuk dilakukan setidaknya sekali seumur hidup guna merasakan pengalaman
baru, terlepas dari kekurangan yang belum dilengkapi oleh Tana Toraja.
Mari, berwisata ke Tana Toraja, berwisata ke Sulawesi Selatan, yuk!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar